- Pertanyaan:
1. Mengapa
kelompok memilih games yang demikian, jika dikaitkan dengan mata
pelajaran bahasa Inggris yang dipilih kelompok untuk diajarkan ke anak
didik? Mengapa menggunakan gambar saat menjalankan proses micro teaching?
Kelompok
tidak mengaitkan pemberian games dengan mata pelajaran bahasa Inggris
yang diajarkan. Keduanya memiliki tujuan masing-masing. Dimana,
pemberian pelajaran bahasa Inggris sebagai upaya pemberian tambahan
belajar bahasa Inggris selain di sekolah. Selain itu, anak didik lebih
termotivasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Berbeda
dengan tujuan belajar bahasa Inggris, games ini dipilih untuk melatih
kekompakan, bekerja dalam tim, dan kecepatan.
Walaupun ada 2 anak yang sudah duduk di kelas 1 SMP ikut serta dalam kegiatan microteaching
ini, mereka tidak merasa risih dengan metode penggunaan gambar saat
pengajaran bahasa Inggris berlangsung. Media gambar sebenarnya cocok
untuk anak dari berbagai usia, tidak hanya untuk anak usia dini saja.
Mengajari kosakata bahasa Inggris melalui media gambar, akan membantu
murid untuk lebih mudah mengingat kosakata tersebut. Misalnya kosakata ‘artist’,
anak-anak sebagian besar akan mengira bahwa artinya adalah artis/aktor,
padahal arti sebenarnya adalah seniman. Dengan adanya gambar seseorang
yang berada di depan kanvas, yang memegang kuas di satu tangan dan
memegang piring cat di tangan satunya lagi, akan semakin mempermudah
anak-anak untuk mengingat arti dari kosakata tersebut, karena otak kanan
juga turut berperan di sini.
2. Pada tujuan dari micro teaching disebutkan bahwa kelompok memotivasi peserta untuk belajar bahasa inggris, apa realisasinya?
Pada
praktiknya, kami memang tidak terlalu memunculkan bagaimana kami
memotivasi secara nyata. Namun, kelompok membuat pelajaran bahasa
Inggris tersebut menjadi sesuatu yang menarik sehingga mind set
mereka yang menganggap kalau Inggris itu tidak seru kita ubah menjadi
pikiran yang menganggap kalau bahasa Inggris merupakan pelajaran yang
menarik untuk dipelajari. Kemudian, untuk anak-anak yang mengganggap
kalau pelajaran bahasa Inggris adalah pelajaran yang terlalu mudah
ataupun menyepelekannya, kelompok berusaha mengubah pikiran tersebut
bahwa ternyata pelajaran bahwa pelajaran bahasa Inggris bukan pelajaran
yang sekedar mengetahui bahasa tanpa arti, atau mengetahui arti tanpa
mengetahui kata-katanya ketika dieja, bahkan dibutuhkan pemahaman yang
mendalam sampai kepada struktur dari sebuah kata, bagaimana cara
mengeja, bagaimana ketika dibaca, kemudian bagaimana bentuknya di dalam
kehidupan nyata, sampai bagaimana kata tersebut menjadi sebuah bagian
dari kalimat sampai kepada bagian dari sebuah percakapan (conversation).
Ditambah lagi, kelompok juga memotivasi peserta dengan terlebih dahulu
menyampaikan apa cita-cita mereka dan sesekali memberikan pujian
terhadap cita-cita mereka tersebut.
3. Kelompok memberi reward
ekstra pada anak yang mau menjawab pertanyaan namun memberinya juga
pada anak yang tidak mau menjawab pertanyaan yang kelompoik anggap itu
sebagai cara untuk membujuk. Kenapa kelompok melakukannya? Bukankah
terkesan sama saja?
Kelompok
melakukan itu dengan maksud menunjukkan bahwa ini semua proses belajar
yang dialami bersama. Peserta didik juga tentunya ingin diperlakukan
sama karena tidak semua anak berani tampil dan kami mengerti itu. Namun
kembali ke esensi dari micro teaching ini kalau kami
hanya membiarkan anak itu terus berdiam diri tanpa mendapatkan apa-apa,
sama saja nol. Maka dari itu, kami berusaha membujuknya dengan cara
memberi reward ekstra agar mereka semua bisa belajar bersama.
Pada mulanya, partisipan kegiatan ini berjumlah 8 orang. Sampai di tengah pelajaran (sekitar 20 menit setelah pengajaran berlangsung), ada tambahan 3 orang partisipan lagi. Mereka agak telat bergabung karena harus latihan nyanyi terlebih dulu di lantai atas. Kami meminta mereka untuk maju memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum duduk. Awalnya mereka masih bingung pelajaran apa yang sedang berlangsung. Tetapi tidak sampai 5 menit, mereka sudah mampu beradaptasi dan ikut menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh pengajar.
Kelompok tidak memperkirakan ternyata ada 2 partisipan yang sudah duduk di kelas 1 SMP. Walaupun demikian, kami tetap berusaha untuk menyemangati mereka agar turut aktif dalam kegiatan microteaching ini. Pendekatan kepada mereka dilakukan secara lebih pribadi, misalnya salah seorang anggota (yang tidak sedang mengajar di depan) mendekati mereka satu per satu dan memberi mereka semangat untuk menjawab pertanyaan. Meskipun pada awalnya mereka masih malu-malu, tapi dengan adanya motivasi yang terus menerus dari anggota, akhirnya mereka berani juga untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini.
Pada mulanya, partisipan kegiatan ini berjumlah 8 orang. Sampai di tengah pelajaran (sekitar 20 menit setelah pengajaran berlangsung), ada tambahan 3 orang partisipan lagi. Mereka agak telat bergabung karena harus latihan nyanyi terlebih dulu di lantai atas. Kami meminta mereka untuk maju memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum duduk. Awalnya mereka masih bingung pelajaran apa yang sedang berlangsung. Tetapi tidak sampai 5 menit, mereka sudah mampu beradaptasi dan ikut menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh pengajar.
Kelompok tidak memperkirakan ternyata ada 2 partisipan yang sudah duduk di kelas 1 SMP. Walaupun demikian, kami tetap berusaha untuk menyemangati mereka agar turut aktif dalam kegiatan microteaching ini. Pendekatan kepada mereka dilakukan secara lebih pribadi, misalnya salah seorang anggota (yang tidak sedang mengajar di depan) mendekati mereka satu per satu dan memberi mereka semangat untuk menjawab pertanyaan. Meskipun pada awalnya mereka masih malu-malu, tapi dengan adanya motivasi yang terus menerus dari anggota, akhirnya mereka berani juga untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini.
0 komentar:
Posting Komentar